Bid'ah menjelang dan saat bulan Ramadhan


Sebentar lagi datang bulan yang penuh rahmat. Bulan Suci Ramadhan. Banyak dari kita yang mempersiapkan segala sesuatunya sebelum memasuki bulan ramadhan. Nah ternyata dari beberapa yang kita lakukan menjelang bulan yang suci ini, ada beberapa yang tidak disunnahkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam. Mau tahu contoh-contoh bid'ah menjelang dan saat bulan Ramadhan? ini dia :

  1. Menyambut Ramadhan dengan Bermain Petasan, dsb
  2. Hal ini jelas dilarang, selain tidak disunnahkan, bermain petasan juga bisa mengganggu warga lainnya. Lebih baik uangnya kita shodaqohkan untuk fakir, miskin, dhuafa dan yang berhak.
  3. Mengkhususkan Ziarah Kubur Menjelang Ramadhan
  4. Masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah nadran. Kita memang diperbolehkan untuk menziarahi kubur. Itu pun untuk mengingat akan kematian bukan mengenang yang meninggal. Jika seseorang mengkhususkan ziarah kubur pada waktu tertentu seperti menjelang Ramadhan dan meyakini bahwa waktu tersebut adalah waktu utama untuk nyadran atau nyekar. Ini sungguh suatu kekeliruan karena tidak ada dasar dari ajaran Islam yang mengajarkan hal ini.
  5. Keramasan Menyambut Ramadhan
  6. Amalan seperti ini juga tidak ada tuntunannya sama sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terlebih lagi ada beberapa daerah yang melakukan itu ramai-ramai, sekampung, baik pria atau wanita semuanya bercampur dalam satu tempat. Bagaimana mungkin Ramadhan disambut dengan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah?!
  7. Menetapkan Awal Ramadhan dengan Hisab
  8. Dalam sebuah hadits Nabi bersabda : “Sesungguhnya kami adalah umat yang buta huruf. Kami tidak memakai kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula memakai hisab (dalam penetapan bulan). Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” (HR. Bukhari dan Muslim)
  9. Mendahului Ramadhan dengan Berpuasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya
  10. Dalam hadits, Nabi bersabda “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka puasalah.” (HR. Tirmidzi)
  11. Tidak Mau Mengembalikan Keputusan Penetapan Hari Raya kepada Pemerintah
  12. Berhugungan dengan point di atas. Al Lajnah Ad Da’imah, komisi Fatwa di Saudi Arabia mengatakan, “Jika di negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat (tentang penetapan 1 Syawal), maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut. Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebut wajib mengikuti pendapatnya. Pemerintah juga tidak asal menentukan dalam penetapan Awal dan akhir ramadhan. Hal ini banyak dilakukan oleh segolongan Islam, terutama yang masih mencampuradukkan tradisi nenek moyang dengan ajaran Islam.
  13. Melafazhkan Niat "nawaitu shauma..."
  14. Sebenarnya tidak ada tuntunan sama sekali untuk melafazhkan niat semacam ini, apalagi jika hal itu dilakukan secara berjamaah dengan dipimpin oleh seseorang karena tidak adanya dasar dari perintah atau perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabat. Letak niat sebenarnya adalah dalam hati dan bukan di lisan.
  15. Membangunkan untuk untuk sahur dengan perkataan “Sahur … Sahur”
  16. Sebenarnya Islam sudah memiliki tatacara sendiri untuk menunjukkan waktu bolehnya makan dan minum yaitu dengan adzan pertama sebelum adzan shubuh. Sedangkan adzan kedua ketika adzan shubuh adalah untuk menunjukkan diharamkannya makan dan minum. Inilah cara untuk memberitahu kaum muslimin bahwa masih diperbolehkan makan dan minum dan memberitahukan berakhirnya waktu sahur. Sehingga tidak tepat jika membangunkan kaum muslimin dengan meneriakkan “sahur … sahur” baik melalui speaker atau pun datang ke rumah-rumah seperti mengetuk pintu.
  17. Menganggap Imsak untuk berhenti makan minum
  18. Padahal arti puasa secara istilah adalah menahan lapar dan haus dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Terbit fajar adalah waktu adzan subuh. Sedangkan imsak sendri artinya 10 menit sebelum terbit fajar.
  19. Do’a ketika berbuka membaca “Allahumma Laka Shumtu wa Bika Aamantu…”
  20. Adapun do’a yang dianjurkan ketika berbuka adalah : ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ “ Dzahabazh zhoma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud).
  21. Berbelanja besar dan menyembelih hewan
  22. Salah satu makna puasa adalah ikut merasakan penderitaan yang diderita oleh kaum miskin dan kaum fakir. Bila kita makan banyak, yang mewah, berarti kita hanya memindahkan jam makan kita saja.
  23. Dzikir Jama’ah dengan dipimpin
  24. Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah tatkala menjelaskan mengenai dzikir setelah shalat, “Tidak diperbolehkan para jama’ah membaca dizkir secara berjama’ah. Akan tetapi yang tepat adalah setiap orang membaca dzikir sendiri-sendiri tanpa dikomandai oleh yang lain. Karena dzikir secara berjama’ah (bersama-sama) adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya dalam syari’at Islam yang suci ini.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 11/189)
  25. Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih dengan “Ash Sholaatul Jaami’ah…”
  26. Ulama-ulama Hambali berpendapat bahwa tidak ada ucapan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan “Ash Sholaatul Jaami’ah…” Menurut mereka, ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca: bid’ah).
  27. Bubar Terlebih Dahulu Sebelum Imam Selesai Shalat Malam
  28. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih). Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.
  29. Perayaan Nuzulul Qur’an
  30. Perayaan Nuzulul Qur’an sama sekali tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak pernah dicontohkan oleh para sahabat. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan: “Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita untuk melakukannya.” Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya
  31. Membayar Zakat Fitrah dengan Uang
  32. Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz mengatakan, “Seandainya mata uang dianggap sah dalam membayar zakat fithri, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan hal ini. Alasannya, karena tidak boleh bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakhirkan penjelasan padahal sedang dibutuhkan. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam membayar zakat fithri dengan uang, tentu para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- akan menukil berita tersebut. Kami juga tidak mengetahui ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membayar zakat fithri dengan uang. Padahal para sahabat adalah manusia yang paling mengetahui sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang yang paling bersemangat dalam menjalankan sunnahnya. Seandainya ada di antara mereka yang membayar zakat fithri dengan uang, tentu hal ini akan dinukil sebagaimana perkataan dan perbuatan mereka yang berkaitan dengan syari’at lainnya dinukil (sampai pada kita).”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem, Cara Kerja, Cara Melacak dan Jasa Lacak Posisi Seseorang dari Nomor HP

Bereksperimen dengan Raket Nyamuk

Teori dan Rangkaian Transistor Sebagai Penguat Arus